Dari Pengusaha Sukses
Menjadi Wapres
Jusuf
Kalla, lahir dari pasangan saudagar Bugis, H. Kalla dan Hj Athirah,
di Watampone, Bone, Sulawesi Selatan, 62 tahun lalu. Ia putra
kedua dari 10 orang bersaudara. H. Kalla adalah pemilik NV Hadji Kalla, perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan barang kebutuhan sehari-hari, hasil bumi, dan bahan bangunan. Selain pengusaha, H. Kalla juga anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan. Sedangkan ibunya, pemilik Yayasan Pendidikan Athirah, Makassar.
Dengan latar belakang keluarga yang demikian, tidak heran Jusuf Kalla pun tumbuh menjadi seorang pengusaha sukses, tokoh masyarakat dan agama yang dihormati, sekaligus politisi andal.
Tamat kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin pada 1967, Jusuf Kalla langsung terjun menggeluti usaha milik keluarga. Waktu itu, perusahaan dalam keadaan sulit akibat situasi ekonomi nasional yang buruk.
Di tangan Jusuf Kalla, perusahaan keluarga itu tumbuh dengan pesat. Pada 1969, perusahaan yang kemudian berganti nama menjadi Hadji Kalla Trading Coy itu, mendapat kepercayaan dari Astra International sebagai penyalur utama Toyota di Kawasan Indonesia Timur. Tidak puas di otomotif, tahun itu pula Jusuf Kalla mendirikan PT Bumi Karsa yang bergerak di bidang konstruksi.
Dialiri darah Bugis, yang sejak dulu kala dikenal sebagai saudagar tangguh, serta dengan prinsip bekerja keras, jujur, dan menghormati orang, di tubuhnya, Jusuf Kalla membesarkan perusahaannya tidak hanya di Indonesia Timur, tapi juga di Barat. Semua sektor bisnis ia lakoni. Mulai dari bisnis ecek-ecek semisal memproduksi pakan ternak dan udang melalui PT Bukaka Agro, usaha ritel dengan mendirikan Mall Ratu Indah di Makassar, sampai bisnis canggih di bidang telekomunikasi melalui PT Bukaka Singtel International dijalankan Jusuf Kalla.
Pada 1978 bersama adiknya, Ahmad Kalla, Suhaeli Kalla, dan rekannya, Fadel Muhammad, Jusuf mendirikan PT Bukaka Teknik Utama di Cileungsi, Bogor. Perusahaan ini membangun tower, konstruksi jembatan, dan terowongan penumpang ke dan dari pesawat.
Dalam menjalankan usahanya, suami dari Mufidah Jusuf ini tidak hanya berorientasi pada profit semata. Jusuf Kalla juga berusaha membuka lapangan kerja seluas-luasnya untuk masyarakat.
Ia juga mempunyai harapan untuk membangun serta memajukan kawasan Indonesia Timur. Kerja keras ayah dari 5 anak ini, menjadikan Bukaka sebagai salah satu perusahaan terbesar yang berasal dari Indonesia Timur.
Sementara itu, karir di bidang politik, dimulainya sejak kuliah di Fakultas Ekonomi Unhas. Ia menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unhas (1964-1966). Kemudian, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Makassar pun ia pegang (1965-1966). Setelah itu, ia juga mendapatkan kepercayaan menjadi Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) Sulsel (1966-1968). Pun dalam berbisnis, ia juga mengajak rekan-rekannya di HMI untuk terjun.
Jusuf Kalla juga sudah menjadi kader Golkar sejak belia. Pada 1965 ia menjadi Ketua Pemuda Sekber Golkar Sulsel. Setelah itu ia diangkat menjadi anggota Dewan Penasihat DPD Golkar Sulsel pada 1978.
Lalu, pada 1999 Jusuf Kalla diangkat menjadi anggota Dewan Penasihat DPP Partai Golkar, sampai akhirnya diberhentikan dari jabatan tersebut berdasarkan Rapat Pleno DPP Partai Golkar pada 15 September 2004, karena dianggap membangkang.
Mantan Menko Kesra Kabinet Gotong Royong ini, menjadi anggota MPR RI lima kali periode. Ia sudah menjadi anggota MPR-RI Utusan Golkar sejak 1982 hingga 1992. Kemudian, Jusuf Kalla menjadi anggota MPR-RI melalui Utusan Daerah sampai Agustus 2001.
Dalam pemerintahan, tahun 1999 ia dipercaya Presiden Abdurrahman Wahid untuk menjadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan merangkap Kabulog , sebelum dibebastugaskan pada 24 April 2000.
Pada masa Presiden Megawati, Jusuf Kalla ditunjuk menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, sejak 10 Agustus 2001 sampai 20 April 2004). Saat itulah, Jusuf Kalla mengundurkan diri untuk menjadi calon wakil presiden berpasangan dengan mantan rekan sejawatnya di kabinet Gotong Royong Susilo Bambang Yudhoyono.
Semasa menjadi Menko Kesra, Jusuf Kalla berperan menuntaskan konflik Poso Sulawesi Tengah, melalui prakarsa Malino I pada 2001. Deklarasi Malino untuk Poso berlangsung pada 20 Desember 2001, ditandatangani oleh 25 wakil pihak Muslim dan 23 wakil pihak Kristiani, dan disaksikan 7 mediator (salah satunya Jusuf Kalla), 24 peninjau dari organisasi keagamaan, cendekiawan, dan pemerintah.
Dalam konflik Ambon, Kalla juga mnejadi salah satu tokoh utama upaya perdamaian melalui perundingan di Malino. Setelah empat kali pertemuan dengan kelompok yang bertikai di Ambon, akhirnya ditetapkan "Perjanjian Maluku di Malino" pada 12 Februari 2002, dengan 11 butir perjanjian.
Pada 12 September 2003, Kalla menggelar kembali Pertemuan Malino III di Malino, Sulsel, dengan tajuk temu nasional Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN RHL), sebagai upaya perbaikan lingkungan melalui reboisasi dan rehabilitasi lahan.
Semua itu rupanya tidak membuatnya puas. Kemudian, Jusuf Kalla melangkah lebih jauh lagi dengan menjadi wakil presiden terpilih dalam proses pemilihan presiden yang pertama dalam sejarah Indonesia. Berpasangan dengan SBY, Jusuf Kalla mengalahkan mantan bosnya, Megawati Soekarnoputri yang berpasangan dengan Hasyim Muzadi.
Atas kemenangan SBY-Kalla ini, masyarakat mempunyai harapan yang tinggi untuk mengangkat bangsa Indonesia dari keterpurukan multidimensi ini. Di tengah-tengah tingginya espektasi masyarakat Indonesia terhadap pasangan ini, kita berharap Kalla bisa bersinergi dengan SBY untuk mewujudkan janji-janji yang mereka lontarkan selama kampanye maupun harapan-harapan rakyat Indonesia yang sudah bosan dengan berbagai janji-janji muluk.
Sebagai pengusaha sukses, Wakil Presiden Jusuf Kalla pun mendapat tugas memegang kompartemen ekonomi. Dengan konsentrasi ini, diharapkan Jusuf Kalla bisa mengangkat perekonomian Indonesia yang sudah terpuruk selam satu dekade ini.
sumber : kompas cyber media
0 komentar:
Posting Komentar